Senin, 21 Januari 2013

Seperti Nikita Willy....

Sobat muda tentu tak asing dengan Nikita Willy kan?? Sosok dara bintang sinetron yang cantik jelita, terlihat sangat dewasa walaupun usia masih belia... (Boros Muka) Hehehehe...
Terisnpirasi dari si Nikita Willy inilah, maka saya tidak segan-segan untuk memodifikasi motor GL Pro 1983 saya. Diawali dengan perjumpaan saya dengan GL Pro ini.. Memang kondisinya udah lumayan, lumayan ancur, Pajak Mati, mesin belepotan, rem depan blong, kelistrikan kacau... Gitu kok ya saya beli?? Dengan hasrat membara dan riding skill setara Jorge Lorenzo KW Super, saya memboyong GL Pro ini turun gunung dari Wonosari ke Wedomartani Sleman. Setelah sampai di Sleman, yang dibenahi dulu adalah mesin dan Rem nya.. Yang penting bisa jalan dan bisa berhenti dulu dengan baik. Lalu baru berfikir ke modifikasi. Pingin modifikasi GLPro ini dengan gaya street tracker ataupun cafe racer tapi nanti saya jadi ugal-ugalan. Karena percaya atau tidak, bentuk motor mempengaruhi cara membawa nya, apalagi ditambah suara nya. Disaat Galau itulah, saya menonton TV yang kebetulan sedang membahas Nikita Willy.. Kok Borosmen rupamu mbak, batin saya. Lalu tercetus ide untuk membuat GLPro saya berwajah tua. Berhari-hari saya trans Klithikan, muter dari klithikan satu ke klithikan lainnya untuk mencari parts yang tua-tua. Spakbor depan GL100 yang sudah gak mulus, spakbor CB belakang yang agak karatan, Lampu sein yang sudah agak kusam dan lampu rem yang sedikit pudar. Saya juga mendapatkan tanki model CB 125 walopun gak asli, tapi tebal, lalu side cover bukan orisinil model CB, stang entah milik apa yang penting nyaman, Jok Tebal model CB, lampu bulat yang sudah retak. Setelah semua parts terkumpul, motor langsung dipreteli, lalu dijual sebagian parts aslinya, untuk menutup tombokan beli parts di Klithikan. Sehingga parts asli yang tersisa tinggal Mesin, rangka, shock depan belakang, piringan rem, teromol dan kaliper rem depan serta spidometer asli. Lainnya udah lenyap.
Tanki dan side cover langsung saya cat Candy Tone Blue untuk nostalgia warna-warna 70an, swingarm dipotong dikit dan jadilah motor saya kini..
Honda GL Pro 1983 dengan tampang CB 125 1976... Wajahnya lebih dewasa (mau saya tulis TUA kok takut menyinggung) daripada umurnya, seperti Nikita Willy.. Monggo dipun pirsani...
Knalpot dibeli baru pas Jogja KustomFest 2012 di JEC.. Lumayan, menambah kesan klasik.

Senin, 14 Januari 2013

Sate Sapi dan Tahu Petis

Setelah sekian lama tidak pergi ke Semarang, akhirnya kemarin saya piknik ke kota itu. Walaupun jaraknya dari Jogja gak jauh, tetapi karena kesibukan dan keterbatasan sarana transportasi yang saya miliki menyebabkan saya lama tidak ke Semarang.. kangen sama kulinernya; Tahu Pong, tahu petis, tahu bakso Ungaran, Lumpia, Nasi Ayam, Sate Sapi, dll... Untung saja, ada berkat... Dapet mobil pinjaman. Sebuah MAzda MR buatan tahun 90. Walopun mobil Retro, yang penting AC nya dingin. Sangat penting untuk jalan jauh bersama keluarga sodara-sodara. Sesampainya di Semarang, walopun perjalanan agak ndut-ndutan, saya langsung menuju ke tempat kawan lama. Di sana beliau sudah menunggu. Langsung saja kami pergi ke Sam Poo Kong untuk melihat patung Laksamana Zeng He yang megah. Setelah itu perjalanan kami lanjutkan... dari Sam Poo Kong ke Tahu Pong...
Oh, ternyata sudah pindah Tahu Pong nya, dan malangnya lagi kalo hari minggu dia buka sore. Wis ngelih jeee malah tutup. Terpaksa lah kami pindah makan di food court simpang lima. Walopun agak kecewa, tapi lumayan lah, bisa menikmati keramaian simpang lima di hari Minggu. Setelah itu kami menuju pedagang tahu petis di peterongan. Karena baru buka sore juga, daripada gak dapet tahu, kami memutuskan untuk menunggu bukanya sang tahu di Mall Java. Pas udah buka, langsung beli sepuluh ribu rupiah, dapet 14 pcs tahu... Setelah itu cap cus balik ke Jogja dan mampirlah ke Sate Sapi di Daerah ungaran. Setelah kenyang dan puas, tibalah saat membayar... dug dug plas.. Dan benar sodara-sodara.. Luar biasa mahal, mengikuti harga pasaran daging sapi. Bangkrut ane Gan.. Yah walopun menyesal karena mahalnya harga Sate Sapi, tapi saya bisa seneng, karena rasa kangen sedikit terobati. Dan dalam perjalanan kembali ke Jogja, dari 14 tahu petis yang dibungkus tadi, 10 saya habiskan sendiri... Hahahaha.. Buto Tahu.